SANDARAN HATI DAN RIDALLAHI
(Buka Puasa Terakhir dan 300 Ta’jil)
oleh, Hermin, M.Pd. (Pembina Didaktika7;
Guru bahasa Indonesia SMA Negeri 7 Kota Cirebon)
Jumat, 22 April 2022, Kepala Sekolah, wakasek+staf, dewan guru, Kepala Tata Usaha+staf SMA Negeri 7 Kota Cirebon beserta pengurus OSIS/MPK sejak pukul 16.30 dalam balutan busana nuansa biru telah berjajar di depan dan seberang jalan gedung sekolah. Di tangan masing-masing tergenggam tiga botol minuman segar dingin es selasih+timun serut+nata the coco. Komposisi itu membaur dengan manisnya sirup melon. Di atas meja ditata botol-botol yang sama. Semua itu siap dibagikan kepada para pengguna jalan yang melintas. Seluruhnya berjumlah lebih kurang 300 botol minuman segar (ta’jil).
Kebanyakan pengendara roda dua dan angkot beserta penumpangnya. Mereka antusias menerimanya. Beberapa mobil pun menurunkan kaca jendela. Pengemudi/penumpang di dalamnya menyambut uluran ta’jil yang dibagikan sore itu.
Kegiatan itu berlangsung tertib hingga menjelang magrib. Setelahnya, warga SMA Negeri 7 Kota Cirebon bersiap menuju Masjid Nur Rohim untuk melaksanakan buka bersama Jumat terakhir yang diselenggarakan pada Ramadan ini.
Menjelang masuk waktu berbuka, dengan sigap, Ibu Dra. Hj. Ety Nur Rochaeni, M.Pd.I. selaku Kepala SMA Negeri 7 Kota Cirebon berinisiatif untuk sekaligus sebagai pemandu acara seremonial perpisahan dengan Ibu Dra. Hj. Maria Asmin, M.M. yang purnabakti dan Ibu Dian Rahayu, S.Sn. yang akan meninggalkan SMA Negeri 7 Kota Cirebon karena resmi ditempatkan sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di SMPN 3 Kabupaten Cirebon.
Beliau memberi pengantar singkat. Intinya berisi ucapan terima kasih, permohonan maaf, dan harapan.
Saat Bu Dian terlalu terharu sehingga tidak sanggup berkata-kata ketika diminta untuk menyampaikan sambutan, Bu Hj. Ety sempat menggoda agar Bu Dian tidak terlalu sedih: “Ya, sudah, kalau enggak mau ngomong, yaa, bolehlah, nangis saja.” Otomatis, Bu Dian pun tersenyum di sela-sela usahanya menyeka butiran air mata yang meleleh.
Sementara, Bu Maria terlihat tegar, berlapang dada, dan tak henti mengulas senyum. Beliau menyampaikan sambutan perpisahannya. Cukup banyak yang beliau sampaikan. Di antaranya tentang Sandaran Hati.
“Setiap yang indah belum tentu tulus, tetapi setiap ketulusan selalu berakhir dengan keindahan. Jangan lupa bahagia. Bahagia itu harus diciptakan. Bahagia itu nikmat. Setiap kita perlu sandaran. Jika tidak ada bahu untuk bersandar, masih ada bumi untuk bersujud. Berbisiklah kepada bumi, maka langit akan mendengar.”
Di akhir sambutan, beliau sempat berpantun. Bisa jadi ini bagian dari darah Minang beliau. Berpantun menjadi tradisi yang dimiliki oleh orang Melayu pada umumnya.
Dengan tangkas, Kepala SMA Negeri 7 Kota Cirebon sebagai atasan sekaligus rekan yang sudah kenal beliau cukup lama (27 tahun) membalasnya juga dengan pantun: “Buah mangga buah kedondong-Bu Maria tambah cantik.” Hehee…, agak di luar pakem memang, tetapi ini menjadi bukti keakraban.
Selepas sambutan, Bapak Nano Suyatno, S.Pd. menutup dengan doa bersama. Tiga menit menjelang waktu berbuka, petugas piket membagikan ta’jil bagi seluruh yang hadir.
Tepat memasuki waktu magrib, Bapak H. Cartab, M.Pd. mengumandangkan azan dengan suara yang khidmat dan syahdu.
Segera semua yang hadir membasahi esofagus dengan sirup timun+nata+selasih yang menyegarkan guna membatalkan puasa. Sesudahnya, bersegera berwudu untuk menjalankan salat magrib berjamaah.
Setelahnya, acara dilanjutkan dengan makan bersama. Kemudian diteruskan dengan berjamaah salat isya dan tarawih. Di antaranya ada tausiyah. Selaku imam adalah Bapak Drs. H. Mingkus, M.A. dan tausiyah oleh Bapak H. Cartab, M.Pd.
Tarawih pun usai. Akankah kita pada Ramadan tahun depan? Kembali berbuka bersama di masjid tercinta, Masjid Nur Rohim yang menyimpan banyak cerita, banyak jerih payah dalam penyelesaian pembangunannya. Sementara ini, kita masih harus terus berjuang menuntaskan Ramadan 1443 Hijriyah demi meraih kemenangan.
Dalam Ramadan dan di luar Ramadan, di sepanjang usia kita, kita adalah hamba yang harus berjuang menggapai rida-Nya. Mengutip perkataan Nanang Sensei yang hampir sampai di penghujung langkah pengabdiannya di lembaga tercinta: Rida-Mu puncak ikhlasku.*****
Posting Komentar